Pada tahun 2024, dua akademisi Indonesia mengalami insiden yang mengejutkan di Bandara Changi, Singapura. Mereka ditahan oleh otoritas imigrasi setibanya di negara tersebut, dengan alasan yang tidak sepenuhnya jelas. Namun, banyak pihak menduga bahwa penahanan ini terkait dengan tulisan mereka mengenai isu Palestina. Artikel ini akan membahas kronologi kejadian, latar belakang akademisi yang terlibat, serta implikasi dari peristiwa tersebut terhadap kebebasan akademik dan hubungan internasional.
Kronologi Kejadian
Insiden pertama terjadi pada bulan Maret 2024, ketika Dr. Ahmad Zaki, seorang dosen di Universitas Indonesia, tiba di Bandara Changi untuk menghadiri konferensi internasional tentang politik Timur Tengah. Setibanya di imigrasi, Dr. Zaki ditahan selama lebih dari enam jam tanpa penjelasan yang memadai. Setelah dilakukan interogasi, ia akhirnya diperbolehkan melanjutkan perjalanan, namun dengan catatan di dokumennya yang menyatakan bahwa ia harus melapor ke otoritas imigrasi setiap kali berkunjung ke Singapura.
Insiden kedua terjadi pada bulan Juni 2024, ketika Dr. Siti Nurhaliza, seorang peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengalami hal serupa. Ia ditahan selama lebih dari delapan jam dan diinterogasi mengenai tulisan-tulisannya yang mengkritik kebijakan luar negeri negara-negara Barat terhadap Palestina. Meskipun akhirnya dibebaskan, Dr. Nurhaliza merasa bahwa kebebasan akademiknya telah terancam.
Profil Akademisi yang Terlibat
Dr. Ahmad Zaki
Dr. Zaki adalah seorang ahli politik internasional yang telah menulis berbagai artikel dan buku mengenai hubungan internasional, khususnya yang berkaitan dengan Timur Tengah. Salah satu karya terkenalnya adalah “Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Palestina”, yang diterbitkan pada tahun 2022. Dalam buku tersebut, Dr. Zaki mengkritik kebijakan negara-negara Barat yang dianggapnya tidak adil terhadap Palestina.
Dr. Siti Nurhaliza
Dr. Nurhaliza adalah seorang peneliti yang fokus pada studi konflik dan resolusi perdamaian. Ia telah menulis sejumlah artikel ilmiah yang membahas dampak konflik Israel-Palestina terhadap stabilitas regional. Salah satu artikelnya yang paling kontroversial adalah “Peran Media dalam Konflik Israel-Palestina”, yang diterbitkan pada tahun 2023. Artikel ini mengkritik peran media internasional yang dianggapnya bias dalam pemberitaan tentang Palestina.
Dugaan Terkait Tulisan tentang Palestina
Meskipun otoritas Singapura tidak memberikan alasan resmi terkait penahanan kedua akademisi tersebut, banyak pihak yang menduga bahwa tindakan tersebut terkait dengan tulisan-tulisan mereka mengenai Palestina. Beberapa alasan yang mendukung dugaan ini antara lain:
- Kontroversi Isu Palestina: Isu Palestina merupakan topik sensitif di banyak negara, termasuk Singapura. Negara ini memiliki hubungan diplomatik yang erat dengan Israel, sehingga kritik terhadap kebijakan Israel dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan kepentingan nasional Singapura.
- Keterlibatan Akademisi dalam Isu Politik: Sebagai akademisi, Dr. Zaki dan Dr. Nurhaliza memiliki kebebasan untuk menulis dan mengkritik kebijakan internasional. Namun, kebebasan ini dapat dibatasi jika tulisan mereka dianggap bertentangan dengan kebijakan luar negeri negara tempat mereka berada.
- Tindakan Preventif: Penahanan kedua akademisi tersebut dapat dilihat sebagai langkah preventif dari otoritas Singapura untuk mencegah penyebaran pandangan yang dianggap kontroversial atau bertentangan dengan kebijakan resmi negara tersebut.
Implikasi terhadap Kebebasan Akademik
Insiden penahanan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kebebasan akademik dan kebebasan berekspresi di Singapura. Sebagai negara yang dikenal memiliki kebijakan ketat dalam mengatur kebebasan berbicara, tindakan terhadap Dr. Zaki dan Dr. Nurhaliza dapat dianggap sebagai bentuk pembatasan terhadap kebebasan akademik.
Kebebasan akademik merupakan prinsip dasar dalam dunia pendidikan tinggi, yang memungkinkan para akademisi untuk mengeksplorasi, menulis, dan mengajarkan ide-ide tanpa takut akan represi. Pembatasan terhadap kebebasan ini dapat menghambat perkembangan ilmu pengetahuan dan merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Reaksi dari Komunitas Internasional
Insiden ini mendapat perhatian luas dari komunitas internasional, terutama dari organisasi-organisasi yang memperjuangkan kebebasan akademik. Beberapa organisasi, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, mengeluarkan pernyataan yang mengkritik tindakan otoritas Singapura terhadap kedua akademisi tersebut.
Selain itu, beberapa universitas di Indonesia juga menyatakan keprihatinan atas insiden ini dan menyerukan agar kebebasan akademik dihormati di seluruh dunia. Mereka menekankan pentingnya dialog dan pertukaran ide antarnegara dalam membangun pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu global.
Tanggapan dari Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyatakan keprihatinannya atas penahanan dua warganya di Singapura. Dalam pernyataan resmi, pemerintah Indonesia meminta agar otoritas Singapura memberikan penjelasan yang jelas mengenai alasan penahanan tersebut dan memastikan bahwa hak-hak kedua akademisi tersebut dihormati.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga mengingatkan pentingnya menjaga hubungan baik antara kedua negara dan mendorong dialog yang konstruktif mengenai isu-isu yang menjadi perhatian bersama.
Kesimpulan
Insiden penahanan dua akademisi Indonesia di Bandara Singapura menyoroti pentingnya kebebasan akademik dan kebebasan berekspresi dalam dunia global yang semakin terhubung. Meskipun alasan resmi penahanan tersebut belum diumumkan, dugaan bahwa tindakan tersebut terkait dengan tulisan mereka mengenai Palestina menunjukkan bahwa kebebasan akademik dapat terancam oleh faktor-faktor politik dan diplomatik.
Kedua akademisi tersebut, Dr. Zaki dan Dr. Nurhaliza, telah menunjukkan keberanian dalam menyuarakan pandangan mereka mengenai isu Palestina. Meskipun menghadapi tantangan dan risiko, mereka tetap teguh pada prinsip-prinsip kebebasan akademik dan hak asasi manusia.
Semoga insiden ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk terus memperjuangkan kebebasan akademik dan hak asasi manusia di seluruh dunia, serta memastikan bahwa suara-suara kritis tetap dihargai dan didengar.