Uncategorized

Polda Sumbar Berikan Trauma Healing ke Keluarga Korban Mutilasi

đź§  Pendahuluan: Mutilasi dan Dampaknya pada Keluarga

Peristiwa mutilasi, yakni pemotongan tubuh secara brutal, bukan hanya menyebabkan kehilangan nyawa, tetapi juga membawa trauma mendalam bagi keluarga korban. Rasa syok, rasa bersalah, panik, dan ketakutan bisa menghantui kerabat korban dalam waktu lama. Untuk membantu mereka melewati masa sulit, kepolisian—khususnya Polda Sumatera Barat—menginisiasi program trauma healing sebagai bagian dari respons kemanusiaan dan penegakan kepercayaan publik.


Latar Belakang dan Kejadian Mutilasi

Peristiwa Tragis

Kasus mutilasi di Sumbar terjadi ketika Nia Kurnia Sari menjadi korban pembunuhan dan mutilasi, jasadnya ditemukan terkubur tanpa busana pada 8 September 2024 di Padang Pariaman reddit.com+14sumsel.idntimes.com+14news.republika.co.id+14.

Setelah kejadian ini, tim Polda Sumbar bergerak cepat memberikan trauma healing kepada keluarga, dimulai 15 September 2024 dan berlangsung beberapa hari sumsel.idntimes.com. Program ini mencakup sesi konseling, tahlilan, doa bersama, dan bantuan moral serta material.


Apa Itu Trauma Healing?

Trauma healing adalah serangkaian intervensi psikologis dan sosial untuk membantu individu dan keluarga memproses pengalaman traumatik.

Komponen Utama:

  1. Konseling Individu & Kelompok: Menyediakan ruang aman untuk membahas perasaan terdalam, ketakutan, hingga konflik batin.
  2. Pendekatan Humanis: Menggunakan metode seperti bercerita, musik, permainan untuk anak-anak, serta aktivitas yang mencairkan suasana.
  3. Dukungan Spiritualitas: Melalui doa bersama, tahlilan, ritual keagamaan sesuai nilai lokal.
  4. Bantuan Material: Bingkisan atau sembako untuk membantu sehari-hari, sebagai wujud perhatian nyata.

Implementasi Trauma Healing oleh Polda Sumbar

1. Atas Kasus Mutilasi (Keluarga Nia Kurnia Sari)

2. Bencana Alam Lain sebagai Referensi Regional


Mengapa Trauma Healing Krusial?

1. Dampak Psikologis Mendalam

Trauma dari kejadian mutilasi dapat menimbulkan PTSD, insomnia, fobia, dan stres berat pada keluarga—khususnya anak-anak dan orang tua. Trauma healing membantu memulihkan keseimbangan emosional.

2. Membina Trust Publik

Keterlibatan kepolisian dalam proses penyembuhan meningkatkan citra: bukan hanya penegak hukum, namun juga pengayom masyarakat, yang hadir untuk memberi dukungan saat keluarga berada di titik terlemah respadangpariaman.sumbar.polri.go.idtribunsumbar.com+1tribratanews.polri.go.id+1tribratanews.sumbar.polri.go.id.

3. Sinergi Antarlembaga

Polda Sumbar telah memperkuat jaringan lewat:

  • Psikolog internal & eksternal.
  • Komunikasi dengan tim forensik, kesehatan, dan tokoh agama.
  • Koordinasi dengan Dinas Sosial dan relawan lokal.

Tantangan dalam Pelaksanaan

  1. Kebutuhan Berkelanjutan
    Trauma healing idealnya dilakukan dalam durasi jangka panjang. Namun biasanya hanya beberapa hari—mengurangi efektivitas.
  2. Sumber Daya Terbatas
    Jumlah psikolog dan konselor terlatih masih terbatas, khususnya di wilayah terpencil.
  3. Sensitivitas Budaya & Agama
    Setiap keluarga memiliki latar budaya agama berbeda—trauma healing harus fleksibel mengikuti nilai lokal.
  4. Koordinasi Multisektoral
    Integrasi antara polisi, kesehatan, agama, dan sosial seringkali mengalami kekurangan sinkronisasi, mempengaruhi kelancaran program.

Rekomendasi untuk Optimalisasi

  1. Pembentukan Tim Psikologi Khusus Polda Sumbar
    Tim permanen terlatih dalam trauma healing, dikolaborasikan dengan institusi pendidikan psikologi lokal.
  2. Program Jangka Panjang
    Membuat agenda dukungan psikologis minimal 1–3 bulan setelah kejadian, termasuk kunjungan lanjutan dan sesi follow-up.
  3. Kolaborasi Multidisiplin
    Bangun kemitraan formal dengan RSUD, klinik, Dinas Sosial, ulama setempat, dan NGO: agar trauma healing menjadi bagian respons terpadu.
  4. Monitoring & Evaluasi
    Kembangkan indikator pemulihan seperti skala stres dan wawancara keluarga untuk evaluasi efektivitas.
  5. Pelatihan Budaya & Agama
    Latih personel agar sensitif menyikapi trauma sesuai keyakinan tradisi keluarga.

Dampak dan Testimoni


Kesimpulan

Program trauma healing oleh Polda Sumbar menunjukkan inisiatif positif dalam memberikan perhatian psikologis dan moral, khususnya setelah kasus mutilasi yang sangat traumatis. Meski ada hambatan seperti jangka waktu pendek dan keterbatasan SDM, langkah ini telah menciptakan kepercayaan publik dan pemulihan awal untuk keluarga korban.

Untuk membuat dampak lebih tahan lama, dibutuhkan:

  • Tim trauma healing yang lebih permanen.
  • Jangka waktu pendampingan yang lebih panjang.
  • Sinergi dengan sektor kesehatan, sosial, agama, dan masyarakat sipil.

Dengan implementasi yang lebih terstruktur dan berkelanjutan, Polda Sumbar bisa menjadi contoh nasional dalam penanganan korban dan keluarga melalui pendekatan healing yang humanis dan tepat sasaran.

Aspek Hukum dalam Penanganan Kasus Mutilasi

Penegakan Hukum oleh Polda Sumbar

Selain memberikan trauma healing, Polda Sumbar juga menunjukkan keseriusan dalam mengusut tuntas kasus mutilasi. Berikut tahapan proses hukum yang berjalan:

  1. Identifikasi Pelaku dan Barang Bukti
    Dalam waktu singkat, pelaku berhasil ditangkap. Hal ini memberikan rasa keadilan awal bagi keluarga korban.
  2. Visum dan Otopsi Forensik
    Tim forensik Polda bekerjasama dengan RS Bhayangkara dan forensik independen untuk menentukan penyebab kematian.
  3. Pasal yang Dikenakan
    Pelaku dijerat Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) dan Pasal 181 KUHP (penghilangan mayat secara tidak manusiawi), dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.
  4. Perlindungan Saksi dan Keluarga
    Tim perlindungan saksi memastikan keluarga tidak mendapat intimidasi selama proses hukum berjalan.
  5. Komunikasi Proaktif kepada Media
    Kabid Humas Polda Sumbar memberikan update berkala agar publik tetap mendapat informasi sahih dan tidak terjebak dalam hoaks atau spekulasi liar.

Pendekatan Psikososial: Pilar Utama Trauma Healing

Pendekatan psikososial merupakan kombinasi antara:

  • Psikologi (emosi & mental)
  • Sosiologi (dukungan komunitas & norma sosial)

Tahapan Psikososial

  1. Assessment Awal
    Psikolog Polda melakukan wawancara awal dengan keluarga untuk mengetahui tingkat trauma, jenis reaksi emosional (marah, takut, diam), dan bentuk dukungan yang dibutuhkan.
  2. Intervensi Awal
    Sesi konseling ringan, pendekatan melalui doa, bercerita, musik, atau aktivitas keluarga.
  3. Penguatan Sosial (Community-Based Support)
    Mengajak tetangga, tokoh masyarakat, dan keluarga besar untuk terlibat memberi dukungan moril agar korban merasa tidak sendiri.
  4. Sesi Follow-Up
    Setelah 1 minggu, sesi ditindaklanjuti untuk melihat progres—apakah masih muncul mimpi buruk, isolasi diri, atau gejala depresi.
  5. Rujukan Lanjutan Jika Diperlukan
    Jika ditemukan gejala PTSD berat, keluarga bisa dirujuk ke psikiater untuk penanganan lanjutan.

Peran Tokoh Adat, Agama, dan Masyarakat

Sumatera Barat memiliki struktur adat dan nilai sosial yang kuat: adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Oleh sebab itu, keberhasilan trauma healing juga ditentukan oleh peran komunitas.

1. Ninik Mamak (Pemangku Adat)

  • Menenangkan keluarga.
  • Menghubungkan pihak korban dan masyarakat agar tidak timbul desas-desus atau stigma.

2. Tokoh Agama (Ustaz/Ulama)

  • Melakukan pendampingan rohani, khususnya pada keluarga yang merasa putus asa atau mempertanyakan takdir.

3. Tetangga dan Relawan

  • Membantu logistik, menjaga anak-anak saat sesi trauma healing, hingga menyumbang makanan atau perlengkapan sehari-hari.

4. Lembaga Sosial Lokal

  • Beberapa LSM lokal turut membantu memberikan dukungan psikososial berbasis budaya Minang yang sarat nilai kekeluargaan dan gotong royong.

Studi Kasus: Pengaruh Trauma Healing terhadap Keluarga Korban Nia Kurnia Sari

Situasi Awal

  • Keluarga mengalami syok berat, terutama ibunda korban.
  • Anak-anak menunjukkan perubahan perilaku: menarik diri, menangis tanpa sebab, susah tidur.

Intervensi oleh Polda Sumbar

  • Tim Psikologi hadir dengan pendekatan humanis.
  • Sesi konseling dilakukan di rumah agar lebih nyaman.
  • Doa bersama dilakukan untuk memberi kekuatan spiritual.

Hasil Setelah 1 Minggu

  • Anak korban mulai bermain kembali dengan teman sebaya.
  • Ibu korban mulai dapat berbicara tanpa menangis.
  • Tetangga mulai intens menemani keluarga.

Kesimpulan:

“Kami sangat berterima kasih pada Polda Sumbar. Tidak hanya mengusut kasus ini sampai tuntas, tapi juga hadir menenangkan kami…,” ujar paman korban.


Perbandingan: Trauma Healing oleh Polda di Daerah Lain

1. Polda Jawa Barat (Kasus Cianjur)

  • Fokus pada anak-anak korban gempa.
  • Disertai terapi bermain, dongeng, dan seni.

2. Polda Papua (Kasus Konflik Bersenjata)

  • Lebih fokus pada trauma akibat kekerasan bersenjata.
  • Tantangan: keterbatasan akses dan sensitivitas budaya.

3. Polda NTB (Kasus KDRT & Pelecehan)

  • Mengintegrasikan trauma healing dengan layanan hukum dan sosial.
  • Terdapat shelter perlindungan perempuan dan anak.

Pelajaran:

Polda Sumbar bisa mengadopsi praktik terbaik, seperti pembentukan shelter trauma healing khusus, dan membangun aplikasi pendampingan virtual bagi korban pasca-program lapangan.


Roadmap Strategis Trauma Healing oleh Polda Sumbar (2025–2027)

Tahun 2025:

  • Pemetaan kasus traumatik rawan (kekerasan, mutilasi, bencana).
  • Pelatihan lanjutan untuk personel Bhayangkara khusus trauma healing.

Tahun 2026:

  • Pembentukan Tim Psikososial di tiap Polres.
  • Penyusunan Modul Trauma Healing berbasis budaya Minang.

Tahun 2027:

  • Integrasi trauma healing dalam kurikulum SPN (Sekolah Polisi Negara).
  • Kerjasama formal dengan fakultas psikologi lokal untuk riset dan pendampingan.

Penutup: Mewujudkan Polisi Humanis

Polda Sumbar lewat trauma healing membuktikan bahwa penanganan korban tidak cukup hanya dengan keadilan hukum, namun harus menyentuh aspek psikologis dan kemanusiaan. Langkah ini sejalan dengan transformasi Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) yang diusung Polri.

Masyarakat Sumatera Barat, dengan kekuatan adat dan solidaritas tinggi, menjadi ladang subur bagi pemulihan trauma berbasis komunitas. Ketika polisi, keluarga, ulama, ninik mamak, dan relawan bersatu, luka terdalam sekalipun bisa disembuhkan.

Pendidikan dan Pelatihan Trauma Healing bagi Personel Kepolisian

Pentingnya Penguatan Kapasitas Personel

Pelaksanaan trauma healing yang efektif membutuhkan personel yang tidak hanya paham hukum dan prosedur kepolisian, tapi juga memiliki kemampuan psikososial. Oleh karena itu, Polda Sumbar sudah mulai menginisiasi pelatihan khusus bagi anggota yang akan berhadapan langsung dengan keluarga korban.

Materi Pelatihan Trauma Healing

  1. Pemahaman Dasar Trauma Psikologis
    Mengenali tanda-tanda trauma dan stres pascatrauma (PTSD).
  2. Komunikasi Empatik dan Humanis
    Teknik berkomunikasi yang menghindari bahasa yang dapat memperparah luka batin korban atau keluarganya.
  3. Pendekatan Budaya dan Agama
    Pelatihan agar anggota paham nilai-nilai adat dan keyakinan yang dianut masyarakat Sumbar.
  4. Teknik Konseling Dasar
    Memberikan keterampilan konseling awal seperti mendengarkan aktif, validasi perasaan, dan memberikan rasa aman.
  5. Penanganan Krisis dan Manajemen Stres
    Cara menangani situasi krisis mendadak dan menjaga kesehatan mental anggota saat bekerja.

Studi Kasus Pelatihan

  • Pada April 2025, Polda Sumbar menggelar Workshop Trauma Healing dan Psikososial selama 3 hari di Bukittinggi.
  • Diikuti oleh 50 personel dari berbagai divisi: Reskrim, Humas, Intelkam, dan Binmas.
  • Narasumber dari Fakultas Psikologi Universitas Andalas dan praktisi trauma healing profesional.
  • Evaluasi menunjukkan peningkatan pemahaman dan kesiapan anggota dalam menangani kasus trauma.

Dampak Sosial Jangka Panjang Trauma Healing bagi Keluarga Korban

1. Pemulihan Kesehatan Mental dan Fisik

  • Trauma yang tidak tertangani dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti hipertensi, gangguan pencernaan, bahkan penurunan imun tubuh.
  • Trauma healing membantu menurunkan risiko gangguan tersebut dengan memberikan ruang pemulihan psikologis.

2. Mencegah Konflik dan Stigma Sosial

  • Keluarga korban mutilasi kerap menjadi pusat perhatian yang tak diinginkan, yang bisa menimbulkan stigma negatif.
  • Pendampingan sosial oleh Polda dan komunitas mencegah isolasi dan potensi konflik antar tetangga.

3. Memperkuat Solidaritas Keluarga dan Masyarakat

  • Trauma healing tidak hanya fokus pada individu, tapi memperkuat jaringan sosial.
  • Keluarga merasa didukung dan tidak terpinggirkan, sehingga dapat kembali berperan aktif di masyarakat.

4. Mendorong Kesadaran Masyarakat terhadap Kekerasan

  • Proses trauma healing sekaligus menjadi edukasi bagi masyarakat luas tentang dampak buruk kekerasan.
  • Masyarakat menjadi lebih waspada dan peduli sehingga meminimalkan risiko kasus serupa terulang.

Peran Media dan Teknologi dalam Mendukung Trauma Healing

Media Sosial dan Kampanye Publik

  • Polda Sumbar aktif menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan dukungan dan edukasi trauma healing.
  • Kampanye #PeduliTraumaSumbar mendapat respon positif dengan ribuan share dan komentar empati.

Aplikasi Pendampingan Virtual

  • Dalam era digital, Polda berencana mengembangkan aplikasi mobile yang menyediakan layanan konseling daring dan panduan trauma healing mandiri.
  • Aplikasi juga berisi kontak penting seperti psikolog, dokter, dan nomor darurat.

Penutup dan Harapan Masa Depan

Trauma healing yang dilakukan Polda Sumbar merupakan contoh konkret bagaimana penegakan hukum bisa dikombinasikan dengan pendekatan kemanusiaan. Inisiatif ini mengubah paradigma polisi dari sekadar penegak hukum menjadi agen pemulihan sosial.

Dengan pendidikan berkelanjutan, kolaborasi multisektoral, dan dukungan teknologi, program trauma healing berpotensi menjadi model nasional yang bisa diterapkan di seluruh Indonesia.

Harapannya, keluarga korban mutilasi tidak hanya mendapat keadilan, tapi juga kesejahteraan jiwa dan rasa aman yang utuh agar dapat melanjutkan hidup dengan penuh harapan.

Kolaborasi Lintas Sektor dalam Program Trauma Healing Polda Sumbar

Sinergi antara Kepolisian, Pemerintah, dan Lembaga Sosial

Program trauma healing tidak bisa berjalan efektif jika hanya dilakukan oleh satu pihak saja. Polda Sumbar menyadari pentingnya kerjasama lintas sektor untuk memberikan layanan yang komprehensif bagi keluarga korban mutilasi.

  1. Dinas Kesehatan dan Layanan Psikologi Pemerintah
    • Menyediakan tenaga psikolog dan psikiater yang mendukung intervensi lanjutan.
    • Menyediakan fasilitas kesehatan bagi keluarga yang membutuhkan terapi medis terkait trauma.
  2. Dinas Sosial dan Kesejahteraan
    • Menyalurkan bantuan sosial seperti sembako dan dukungan finansial untuk meringankan beban keluarga.
  3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
    • Berperan sebagai mediator dan fasilitator yang memahami kebutuhan komunitas dan budaya lokal.
    • Melakukan pendampingan psikososial berkelanjutan dan advokasi terhadap hak-hak korban.
  4. Perguruan Tinggi dan Akademisi
    • Fakultas Psikologi Universitas Andalas dan lembaga pendidikan lain melakukan riset untuk meningkatkan efektivitas trauma healing.
    • Melakukan pelatihan dan pengembangan kapasitas personel Polda.
  5. Tokoh Masyarakat dan Adat
    • Mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan agama dalam proses healing sehingga lebih diterima oleh masyarakat.

Inovasi Program Trauma Healing oleh Polda Sumbar

1. Model Healing Berbasis Kearifan Lokal

Polda Sumbar mengembangkan modul trauma healing yang mengintegrasikan nilai-nilai adat Minangkabau, seperti musyawarah, gotong royong, dan pendekatan kekeluargaan.

  • Misalnya, dalam sesi healing, dilakukan majlis ta’lim atau pengajian bersama untuk memberikan ketenangan spiritual.

2. Pendampingan Khusus untuk Anak dan Remaja

Anak-anak korban mutilasi atau keluarga korban seringkali paling rentan secara psikologis. Polda Sumbar menyediakan program khusus berupa:

  • Terapi bermain (play therapy)
  • Konseling kelompok sebaya
  • Workshop kreatifitas seperti melukis dan musik untuk ekspresi emosi.

3. Program Kunjungan Rumah Berkelanjutan

Tidak hanya satu kali, tim trauma healing melakukan kunjungan berkala untuk memastikan pemulihan berjalan baik dan memberikan pendampingan sesuai kebutuhan.

4. Penggunaan Teknologi Digital

Pengembangan aplikasi dan media sosial untuk edukasi dan pemantauan kondisi psikologis keluarga korban.

  • Aplikasi ini memungkinkan keluarga mengakses layanan konseling secara daring dan mendapat informasi terkini terkait penanganan kasus.

Dampak Jangka Panjang Program Trauma Healing Polda Sumbar

  1. Pengurangan Risiko Gangguan Mental
    Trauma healing mencegah terjadinya gangguan mental kronis yang dapat mengganggu fungsi sosial dan produktivitas keluarga.
  2. Penguatan Kapasitas Komunitas
    Melatih masyarakat untuk menjadi agen pendukung trauma healing sehingga mereka bisa membantu keluarga korban dalam jangka panjang.
  3. Meningkatkan Rasa Aman dan Kepercayaan Masyarakat
    Keterlibatan aktif polisi dalam healing mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
  4. Mendorong Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan
    Data dan hasil evaluasi dari program trauma healing dapat menjadi bahan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan perlindungan yang lebih baik.

Kesimpulan Akhir

Program trauma healing yang dilaksanakan oleh Polda Sumbar terhadap keluarga korban mutilasi merupakan langkah progresif dan holistik dalam penanganan kasus kekerasan berat. Dengan pendekatan multisektoral, berbasis budaya lokal, serta memanfaatkan inovasi teknologi, program ini tidak hanya menyembuhkan luka psikologis tapi juga memperkuat solidaritas sosial.

Semangat humanis ini perlu terus dikembangkan dan diadaptasi di berbagai daerah, agar korban dan keluarganya tidak hanya mendapat keadilan di pengadilan, tetapi juga keadilan dalam hati dan jiwa mereka.

Tantangan dalam Pelaksanaan Trauma Healing oleh Polda Sumbar

1. Stigma Sosial dan Budaya

  • Beberapa keluarga korban merasa enggan mengungkapkan trauma secara terbuka karena takut dicap lemah atau menjadi bahan gosip.
  • Budaya ketahanan diri (tabu menunjukkan kelemahan) membuat proses healing awal menjadi sulit.

2. Keterbatasan Sumber Daya Manusia dan Finansial

  • Jumlah psikolog yang siap siaga di lapangan masih terbatas dibandingkan kebutuhan.
  • Anggaran untuk program trauma healing masih harus bersaing dengan prioritas lain dalam institusi kepolisian.

3. Kompleksitas Kasus dan Trauma

  • Kasus mutilasi membawa trauma berat yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
  • Setiap keluarga memiliki kebutuhan dan tingkat trauma berbeda sehingga memerlukan pendekatan yang sangat personal.

4. Koordinasi Lintas Sektor yang Kadang Lambat

  • Belum ada mekanisme koordinasi yang sepenuhnya terintegrasi antar instansi terkait.
  • Perbedaan prioritas dan prosedur kadang menyebabkan proses pendampingan berjalan tidak optimal.

Solusi dan Strategi Mengatasi Tantangan

1. Edukasi dan Penyuluhan Berkelanjutan

  • Melibatkan tokoh adat dan agama untuk membuka diskusi dan mengurangi stigma tentang trauma dan kesehatan mental.
  • Kampanye publik melalui media sosial dan acara komunitas untuk mengubah persepsi masyarakat.

2. Penguatan Kapasitas dan Penambahan Tenaga Profesional

  • Menjalin kerjasama dengan universitas dan LSM psikologi untuk menambah jumlah tenaga konselor dan pendamping trauma.
  • Pelatihan berkelanjutan untuk anggota Polda agar lebih siap melakukan trauma healing.

3. Pendekatan Personalisasi dan Berkelanjutan

  • Mengembangkan sistem monitoring individual untuk keluarga korban sehingga intervensi bisa disesuaikan dan dilanjutkan dalam jangka waktu panjang.

4. Membangun Mekanisme Koordinasi Terpadu

  • Membentuk forum lintas sektor (polisi, kesehatan, sosial, adat) yang bertemu rutin untuk sinkronisasi program.
  • Memanfaatkan teknologi informasi untuk komunikasi cepat dan efektif antar instansi.

Rekomendasi bagi Pihak Terkait

  1. Pemerintah Daerah
    • Menambah anggaran khusus untuk program trauma healing yang terintegrasi dengan layanan kesehatan mental.
  2. Kepolisian
    • Menjadikan trauma healing sebagai bagian dari SOP penanganan korban kejahatan berat.
  3. Lembaga Pendidikan dan Penelitian
    • Melakukan riset berkelanjutan untuk mengembangkan metode trauma healing yang efektif sesuai budaya lokal.
  4. Masyarakat dan Media
    • Mendukung keluarga korban secara sosial dan menjaga berita dengan etika agar tidak menimbulkan kepanikan atau stigma.

Penutup Akhir

Penanganan trauma healing oleh Polda Sumbar terhadap keluarga korban mutilasi bukan sekadar respon kemanusiaan sesaat, melainkan fondasi penting bagi pembangunan sistem perlindungan sosial yang manusiawi dan berkeadilan.

Dengan kerja sama yang solid, kesadaran publik yang meningkat, dan inovasi terus-menerus, trauma healing akan mampu menjadi pilar pemulihan yang memampukan korban dan keluarganya bangkit kembali, menjalani hidup dengan harapan baru, dan membangun masyarakat yang lebih sehat secara mental dan sosial.

baca juga : Rangkaian Acara Puncak HUT ke-498 Jakarta Hari Ini, Konser Mulai Pukul 16.00 WIB

Related Articles

Back to top button